Memasuki hari kedua FCTC Youth Summit, ajang pertemuan anak muda dari berbagai wilayah Indonesia, digelar kegiatan Konferensi untuk membahas enam isu utama pengendalian tembakau. Masing-masing adalah isu iklan, promosi dan sponsor rokok, anak sebagai target, cukai rokok, penjualan rokok, peringatan kesehatan bergambar (PHW) dan kawasan tanpa rokok (KTR).

Kegiatan Konferensi merupakan salah satu rangkaian kegiatan FCTC Youth Summit, yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat, tanggal 7 sampai 10 Mei mendatang, dimana sebanyak 40 anak muda terpilih dari 25 kota yang mewakili 3.000 anak muda di Indonesia mengadakan pertemuan, bersinergi dan berkolaborasi membangun gerakan bersama, serta mendeklarasikan dukungan untuk Indonesia aksesi FCTC (konvensi kerangka kerja untuk pengendalian tembakau).

Terkait iklan, promosi dan sponsor rokok, peserta Konferensi merumuskan empat persoalan utama. Yaitu, tidak adanya regulasi yang melarang iklan, promosi dan sponsor rokok secara menyeluruh di Indonesia, gencarnya industri rokok mensponsori kegiatan anak muda, banyaknya iklan terselubung industri rokok, dan metode CSR industri rokok yang tidak tepat guna.

Renaldo Pratama, peserta FCTC Youth Summit dari Yogyakarta, menilai, belum adanya regulasi yang melarang iklan, promosi dan sponsor rokok secara menyeluruh menghambat upaya pengendalian tembakau.“Ini membuat iklan rokok makin massif dan terus menerus menyasar anak muda,” ujar mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta ini dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (9/5).

Persoalan tarif cukai juga menjadi pembahasan utama peserta konferensi. Peserta menilai cukai rokok masih sangat rendah. Selain itu, industri rokok terus menggiring opini publik bahwa mereka membayar cukai rokok yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara.“Padahal sejatinya filosofi cukai itu sebagai komponen pengendalian,” kata Desy Rahmawaty, peserta dari UII Yogyakarta.

Margianta Surahman, peserta dari Jakarta, menyorot persoalan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Menurut Margianta, masih ada persepsi pemangku kebijakan yang salah tentang KTR, dimana masih tersedia tempat khusus merokok di wilayah KTR karena adanya intervensi dari industri rokok.“Selain itu, KTR tidak melarang secara tertulis rokok elektrik dan sisha, dan masih lemahnya koordinasi instansi pemerintah terkait implementasi KTR ini,” papar juru bicara Gerakan Muda FCTC ini.

Sedangkan permasalahan terkait peringatan kesehatan bergambar (PHW) yang mengemuka di arena Konferensi adalah persoalan PHW yang belum memenuhi standar ideal, kecurangan industri rokok dengan menutupi PHW, dan penjualan case rokok yang tidak menyertakan PHW akibat tidak adanya regulasi.

Berdasarkan sejumlah persoalan terkait pengendalian tembakau ini, Konferensi FCTC Youth Summit menelurkan 8 rekomendasi. Masing-masing 6 rekomendasi untuk pemerintah dan 2 rekomendasi untuk masyarakat.

Rekomendasi untuk pemerintah meliputi (1) meminta pemerintah menaikkan PHW minimal 75% (2) meminta pemerintah meletakkan PHW pada bagian bawah kemasan rokok, di sisi depan dan belakang (3) mengoptimalkan penerapan dan penegakan KTR (4) meminta pemerintah menaikkan cukai rokok (5) meminta pemerintah memberi sanksi tegas kepada pihak yang menjual rokok secara bebas dan (6) mendesak pemerintah melarang iklan, promosi dan sponsor rokok dalam berbagai bentuk di semua tempat.

Sedangkan rekomendasi untuk masyarakat adalah mengajak masyarakat melakukan diskursus tentang cukai rokok dan mengajak bergerak secara aktif dalam pengawasan penjualan rokok.

Di akhir acara konferensi, seluruh peserta merumuskan Deklarasi FCTC Untuk Indonesia, yang akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 10 Mei 2017, dalam sebuah aksi yang berlangsung di depan Istana Merdeka, Jakarta. Aksi yang bertajuk “Deklarasi 10 Mei FCTC Untuk Indonesia” ini sebagai dukungan anak muda Indonesia kepada Presiden agar Indonesia segera mengaksesi FCTC.

Margianta Surahman menegaskan, dukungan anak muda dalam FCTC Youth Summit sebagai bentuk komitmen untuk terus bersuara.“Sekecil apapun hal yang kami lakukan, ini sebagai bentuk perjuangan di jalur yang benar. Tidak ada perjuangan yang tidak penting. Mungkin selama ini advokasi yang kami lakukan hanya ibarat sepercik air dalam ombak. Tapi suatu saat kami akan menjadi ombak yang menerjang hegemoni industri rokok,” tegas alumnus HI Universitas Paramadina ini.