JAKARTA - Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi Farmework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau.

Saat ini, sudah 180 negara di dunia yang meratifikasi FCTC dan tersisa 7 negara yang belum, termasuk Indonesia.

Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo mengatakan, hal ini menunjukkan kurangnya upaya pemerintah untuk melindungi masyarakatnya dari bahaya rokok.

"Sebagai bangsa kita tidak merasakan negara hadir. Kita tidak merasa pemerintah berpihak pada kesehatan rakyat," ujar Tuti dalam diskusi Kaleidoskop Pengendalian Konsumsi Rokok: Quo Vadis FCTC di Jakarta, Senin (21/12/2015).

National Profesional for Tobacco Free Initiative World Health Organization (WHO) Dina Kania mengungkapkan, FCTC merupakan pengendalian tembakau yang sangat komprehensif.

FCTC adalah upaya untuk melindungi generasi dari dampak buruk tembakau. Sebab, tembakau tak hanya berdampak butuk terhadap kesehatan, tapi juga sosial dan ekonomi.

Adanya FCTC selama 10 tahun ini, lanjut Dina, sudah menunjukkan hasil yang baik. "Ada FCTC, prevalensi merokok secara global menurun. Tahun 2007 ada 23 persen populasi dunia merokok, 2013 menurun jadi 21 persen," ungkap Dina.

Sangat menyedihkan ketika Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan dan tentunya dengan jumlah perokok yang tinggi belum meratifikasi FCTC. "Negara terakhir yang meratifikasi FCTC itu Zimbabwe. Malu kita pada Zimbabwe," kata Dina.

Berdasarkan data ASEAN Tobacco Atlas tahun 2014, prevalensi merokok penduduk laki-laki di Indonesia tertinggi di ASEAN, yaitu 66 persen. Konsumsi merokok di kalangan remaja (15-19 tahun) pun meningkat drastis, yaitu 7 persen pada 1995 dan menjadi 20 persen pada 2013 berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar.

Sumber