Jakarta - Bangka Belitung menempati urutan pertama dalam konsumsi rokok terbanyak versi data Kementerian Kesehatan. Menurut laporan tersebut, warga Babel bisa menghisap rokok hingga 18 batang per hari.

Begitu disampaikan Wakil Kepala Lembaga Demografi fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, SE, MSE di sela-sela acara Kaleidoskop Pengendalian Konsumsi Rokok: Quo Vadis FCTC? di Double Tree Hotel, Jakarta, Senin (21/12/2015).

"Konsumsi rokok paling tinggi terjadi di Bangka Belitung, disusul Kalimantan Selatan dan Riau. Jumlah rerata batang rokok terbanyak yang dihisap ditemukan di Bangka Belitung mencapai 18 batang," katanya.

Yang mengkhawatirkan lagi, Kementerian Kesehatan mencatat, rerata batang rokok yang dihisap per hari penduduk Indonesia umur di atas 10 tahun adalah 12,3 batang (setara satu bungkus). Sedangkan proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%). 

Berdasarkan jenis pekerjaan, profesi seperti petani, nelayan, buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Di sisi lain, anak-anak dan remaja di bawah 15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat atau dari 34,7 persen pada 2010 menjadi 36,3 persen pada 2013. Padahal, dampaknya sudah jelas merugikan kesehatan.

Menurut Abdillah, hal ini bisa disebabkan oleh harga jual eceran yang masih rendah. Negara-negara seperti Indonesia, India dan Vietnam, harga rokoknya masih sangat terjangkau sehingga siapapun bisa membelinya.

"Sudah terbukti di negara lain, menaikkan harga rokok dapat menurunkan konsumsi. Di Brazil misalnya, saat harga rokok naik maka perokok menurun. Begitupun di Amerika atau Prancis di mana harga rokok melambung tinggi tapi angka kesakitan karena kanker menurun drastis," tukasnya.

Abdillah pun mendorong pemerintah untuk menaikkan cukai dan harga rokok. "Harga jual eceran masih memiliki rentang yang lebar anatara rokok termurah dan termahal. Hal ini akan menimbulkan efek substitusi dimana perokok yang tidak mampu membeli rokok mahal akan beralih ke rokok yang murah. Sementara apabila harga rokok naik, tentunya perokok akan berpikir ulang," ujarnya.

Sumber