Jakarta- Peneliti Lembaga Demografi FEUI Abdillah Ahsan mengatakan bahwa kontribusi rokok terhadap kemiskinan dari tahun ke tahun trennya tidak pernah berubah. "Rokok di kalangan orang miskin yang justru menghambat pengentasan kemiskinan," tegasnya di Jakarta, Kamis (7/1).

Untuk memperbaiki kegagalan tersebut, pemerintah harus mengambil langkah tegas agar bagaimana caranya orang miskin tidak merokok dan mengalihkan uangnya untuk hal yang positif. Menurutnya, pemerintah harus menaikkan cukai rokok sehingga harga rokok ikut naik.

"Harga rokok harus dinaikkan drastis. Sekarang cukai rokok Rp 400 per batang, seharusnya bisa naik ke Rp 1.000 per batang. Selisih kenaikan itu harus berlaku untuk semua rokok baik yang murah maupun yang mahal. Masalahnya kan cukai pengenaannya belum satu tarif, sebaiknya cukai disederhanakan tarif tunggal," jelas Abdillah.

Selain itu, iklan rokok harus dilarang beredar sehingga tidak mempengaruhi persepsi orang. Rokok juga tidak boleh dijual bebas di toko ritel, harus ke tempat yang memiliki lisensi. "Pemerintah harus melakukan upaya apapun juga karena rokok bukan barang normal. Ini barang yang merusak kesehatan dan menimbulkan kecanduan," katanya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin memaparkan, rokok berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan di Indonesia. Konsumsi rokok kretek filter merupakan penyebab kedua kemiskinan setelah beras, yakni sebesar 8,08% di perkotaan dan 7,68% di pedesaan pada September 2015. "Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap garis kemiskinan," katanya.

Seperti diketahui, pada periode Maret-September 2015, garis kemiskinan naik 4,24%, yaitu dari Rp 330,776 per kapita per bulan di Maret 2015, menjadi Rp 344.809 per kapita per bulan di September 2015.

Sementara pada periode September 2014-September 2015, garis kemiskinan naik 10,4%, dari Rp 312.328 per kapita per bulan di September 2014 menjadi Rp 344.809 per kapita per bulan di September 2015.

Menurut Suryamin, garis kemiskinan tersebut bisa ditekan bila warga perkotaan dan pedesaan yang mengkonsumsi rokok mengurangi dan mengalihkan uangnya untuk belanja beras. Jadi, kontribusi terhadap konsumsi makanan atau pemenuhan kalori bisa meningkat.

"Kalau uang rokok diberikan beras, maka kalori naik jadi 2.100 kalori per kapita per hari. Kalau sampai angka itu, bisa dinilai keluar dari garis kemiskinan," tambahnya.

Sumber