Jakarta
- Pemerintah menargetkan 50 persen kabupaten/kota di seluruh Indonesia menerapkan kawasan tanpa rokok pada 2019. “Dua tahun lalu, pencantuman gambar bahaya merokok atau pictorial health warning (PHW) bisa naik mencapai 75 persen dari sebelumnya 40 persen,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sulistyowati saat menutup Indonesia Conference on Tobacco or Health di Balai Kartini, Jakarta, Selasa, 16 Mei 2017.

Lily menuturkan pemerintah juga menargetkan prevalensi perokok turun 1 persen setiap tahun. Sebab, menurut Lily, rokok merupakan faktor risiko utama penyakit tidak menular, yang menjadi beban terberat, yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Pengeluaran BPJS sudah mencapai Rp 16,9 triliun hanya untuk penyakit katastropik (penyakit tidak menular/PTM),” katanya. Penyakit katastropik di antaranya penyakit jantung dan kardiovaskular, stroke, kanker, gagal ginjal, dan hipertensi.

Ketua Tobacco Control Support Center Sumarjati Arjoso menuturkan ICTOH ke-4 diadakan untuk menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diadakan setiap 31 Mei. “Ironisnya, pada 17 Mei 2017 atau besok akan diadakan World Tobacco Process dan Machinery, yang ditolak di seluruh negara, tapi justru diterima di Jakarta,” ujarnya. “Kami akan melakukan protes penolakan pameran ini.”

Menurut Sumarjati, tembakau tidak hanya mengancam generasi sekarang, tapi juga generasi depan. “Jika tembakau tidak dikendalikan, kita tidak akan mendapatkan bonus demografi yang sehat dan produktif,” ujarnya.

Dalam 4th ICTOH 2017, para peserta yang terdiri atas organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, pemerintah kabupaten/kota, akademisi, mahasiswa membacakan Deklarasi Jakarta. Deklarasi itu antara lain menyatakan pentingnya upaya pengendalian tembakau di Indonesia untuk menurunkan epidemi penyakit tidak menular. Mereka juga menyatakan merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit tidak menular, yang dapat dicegah.

Deklarasi Jakarta juga menekankan prevalensi perokok aktif di Indonesia masih tinggi dan terus meningkat. “Kami mencatat Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak menandatangani dan belum memberi akses FCTC (Konvensi Pengendalian Tembakau),” demikian Deklarasi Jakarta yang dibacakan salah seorang peserta konferensi.

Deklarasi Jakarta juga menegaskan agar pemerintah, pengambil keputusan, pelaksana program dan anggota parlemen menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan lantaran bertentangan dengan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. “Kami juga mengimbau para pemangku kepentingan untuk bersama memperjuangkan pelarangan total iklan, promosi, dan pemberian sponsor oleh industri rokok,” ujarnya.

Sumber: Tempo.co