Jakarta - Rokok elektrik tak selalu menjadi alternatif sehat bagi para perokok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan masyarakat untuk menghentikan penggunaan vape karena dampak kesehatan yang diakibatkannya.
Meski dinilai memaparkan lebih sedikit racun dibanding rokok tembakau, namun rokok elektrik diyakini tetap menimbulkan risiko kesehatan bagi pengguna.
"Meski tingkat risiko spesifik yang terkait dengan ENDS [Electronic Nicotine Delivery Systems] belum dipastikan secara meyakinkan, namun tak diragukan lagi bahwa ENDS tetap berbahaya. Karenanya, masyarakat harus tunduk pada peraturan," tulis WHO dalam sebuah laporan anyar tentang epidemi merokok global, melansir AFP.
Rokok elektrik membuat banyak orang ketagihan. Namanya kian populer, sekaligus mengkhawatirkan berbagai kalangan di seluruh dunia karena dampaknya yang menjadi 'gerbang anyar' bagi anak muda menuju kecanduan.
Laporan menyebutkan, banyak orang yang menggunakan kedua jenis rokok sekaligus, rokok tembakau dan vape. Hal itu khususnya terjadi pada negara-negara yang menyediakan rokok elektrik.
"Hal itu tak bermanfaat, hanya akan menimbulkan risiko kesehatan," tulis WHO.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan rokok secara agresif memasarkan vape sebagai salah satu cara untuk mencari pelanggan anyar.
Banyak orang berpendapat bahwa rokok elektrik lebih tidak berbahaya dibandingkan rokok konvensional. Vape juga dianggap dapat membantu seseorang yang ingin berhenti merokok.
Namun, WHO menegaskan, tak ada bukti yang cukup untuk mendukung peran vape dalam membantu seseorang berhenti merokok. Selain memiliki kandungan nikotin, rokok elektrik juga mengandung aerosol berlapis logam.
"Rokok elektrik diketahui merusak jantung dan paru-paru," ujar perwakilan WHO, Vinayak Prasad.
Kini, sejumlah negara tengah beramai-ramai membatasi penggunaan rokok elektrik. Kendati demikian, WHO meyakini, masih dibutuhkan upaya yang lebih besar untuk memutus rantai racun nikotin ini.