Riuh suara ayam yang berkokok ternyata mampu memekakkan telingaku dan dapat menembus dimensi alam bawah sadarku. Berisik? Tentu tidak. Ini terdengar merdu bagiku. Belum lagi ketika teman satu kamarku membacakan kitab suci yang ia yakini dapat menentramkan hatinya, hal itu bekerja pula untuk batinku. Cantik sekali alunan nada yang ia bacakan. Mampu menggetarkan jiwa bagi siapa saja yang mendengarkan, suatu moment langka kurasa. Disaat ayam sedang sibuk berkokok, ia tetap dengan lembutnya membaca kitab suci tersebut.

Singkat cerita, setelah mandi pagi untuk bersiap melanjutkan kegiatan dihari kedua dengan memakai kaos berwarna biru dongker dan tentu telah dibumbui oleh design yang luar biasa keren. Kami para warga berkumpul sesuai dengan kota asal kami selama di Negara Api di ruang makan terlebih dahulu. Sekedar untuk menyusun strategi agar dapat survive ditengah mahalnya pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah, sementara keuangan kami pun semakin menipis. Akhirnya setelah menyusun strategi, beberapa diantara warga kota lainnya ternyata memiliki strategi yang cukup sama. Menghemat pengeluaran dan aktif pada saat panel diskusi agar bisa mendapatkan token, dan lain-lain. Sebetulnya tidak begitu sulit untuk mendapatkan token di Negara Api ini, hanya saja perlu sedikit tantangan yang seru untuk mendapatkannya.

Seperti hari sebelumnya yang senantiasa ditaburi oleh berbagai macam kejutan, hari ini pun kami kembali mendapatkannya. Seperti pagi ini saja kami tercengang dengan adanya beberapa dupa dengan harum aroma terapi yang dibakar disetiap sudut oleh Pak Presiden, kemudian kostum unik yang dipake oleh Pak Presiden yang berbeda dari hari kemarin, dan masih banyak lagi. Ya, kejutan-kejutan tersebut tak pernah henti menyapa kami. Contohnya dalam sebuah permainan yangbernama step by step dan difasilitasi langsung oleh Pak Presiden, tentu suasana sangat mencekam dan menegangkan pada saat itu. Bagaimana tidak, mata kami semua ditutup oleh sehelai kain yang diikat. Lalu kami diperintah untuk tidak mengeluarkan suara apapun. Pak Presiden membacakan peraturan dari permainan ini sebelum melontarkan beberapa pertanyaan, dan setelah permainan selesai barulah kami menyadari bahwa Pak Presiden bermaksud untuk menyampaikan pesan bahwasanya ternyata kami adalah termasuk dalam orang-orang yang dekat dengan issue rokok. Dan Pak Presiden juga ingin melihat sebuah kejujuran yang berasal dari cahaya hati nurani ditengah kegelapan pada saat mata kita tak lagi bisa melihat.

Setelah itu, kami bersama-sama melihat video dengan durasi kurang lebih lima menit dengan judul “Dibawah Rayuan Iklan.” Setelah itu kami saling bertukar pendapat dan pikiran mengenai video tersebut. Gagasan demi gagasan keluar dari mulut warga Negara, menurutku pemerintah di Negara Api ini patut bangga, melihat dari antusias teman-teman dan bagaimana cara pandang mereka aku tak akan pernah ragu dan berani untuk mengatakan perubahan ada di tangan kita.

Ketika sedang asyik berbagi dan bertukar pendapat, salah satu pejabat Negara datang menghampiri dan mengingatkan akan ada foto sesi bersama. Setelah beraksi dengan tingkah yang sudah mulai lost control didepan lensa kamera, kami pun kembali ke dalam ruang pertemuan karena selanjutnya ialah panel diskusi bersama Eyang Tuti (dr. Widyastuti Soerojoo, M.Sc), beliau ialah seorang Founding Mother Tobacco Control (PP IAKMI) di Indonesia, bisa berdiskusi bersama beliau merupakan suatu kesempatan emas yang kami miliki, menariknya lagi, topik yang akan dibicarakan yaitu mengenai tantangan dan peluang dalam pengendalian tembakau serta membongkar mitos dan tipu daya dari industri rokok di Indonesia. Dari sini kami dapat mengetahui bahwasanya salah satu hal yang dapat menekan issue rokok adalah dengan de-normalisasi industri produk tembakau, dalam hal ini yaitu rokok sebagai salah satu dari hasil produk tembakau tersebut. Dan terkuak pula bahwa ternyata selama ini konsumen telah dibohongi. Philip Morris menyatakan bahwa produk yang mereka jual adalah nikotin. Dan mereka sangat mengetahui produk tersebut berbahaya, pernyataan ini didapat ketika sesi wawancara salah satu media lokal. Bahkan nikotin yang terkandung dalam rokok itu sendiri merupakan racun sekaligus bentuk dari narkoba, bukan heroin atau kokaine melainkan nikotin karena memiliki zat adiktif.

Rokok merupakan produk abnormal karena produk ini dikenakan cukai. Mengapa? Jika dilihat dari definisinya, kata cukai memiliki makna yaitu denda terhadap barang yang dianggap tidak normal dan bukan pajak, hal ini diperkuat dengan adanya UU No.39/2007 tentang cukai di Indonesia. Dari apa yang telah disampaikan oleh Eyang Tuti, kami juga tahu bagaimana perilaku Industri produk tembakau yang sudah menyalahi aturan, membohongi konsumen, serta bagaimana mereka berperan selaku vector apabila kita analogikan dalam trias epidemic. Dan sebenarnya cukai tiap bungkus rokok yang membayar ialah para perokok aktif. Lagi dan lagi kita berhasil ditipu oleh industri rokok. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Ah, banyak sekali informasi yang kami dapat ketahui dan itu sangat mengejutkan. Betapa jahatnya mereka yang kini mengincar generasi muda untuk direkrut sebagai pelanggan tetap dikemudian hari demi keuntungan pribadi semata. Selain ada Eyang Tuti, kami juga ditemani oleh Kak Dina Kania dari WHO Indonesia. Beliau berbicara mengenai ”Overview Situasi Terkini Pengendalian Tembakau di Indonesia”. Ternyata epidemic dari tobacco selalu meningkat terutama di Negara-negara berkembang, ya salah satunya Indonesia. Bagaimana tidak 70% laki-laki di Indonesia adalah perokok aktif. Sementara di dunia tercatat kurang lebih 600.000 jiwa per tahunnya meninggal dunia akibat terpapar oleh asap rokok. Mirisnya, 28% adalah anak-anak dan 64% dari total korban meninggal dewasa adalah perempuan. Ternyata dari hasil diskusi ini juga kami dapat mengetahui bahwa tidak hanya rokok yang menjadi tonggak bagi tembakau, tetapi tembakau juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuat insektisida, insulin, kosmetik dan lain-lain, mungkin beberapa diantaranya dapat menjadi alternative bagi pengendalian tembakau. Dan masih banyak informasi menarik lainnya yang mungkin jika kutulis semua bisa menjadi sebuah Novel.

Setelah diskusi panel dilanjutkan dengan makan siang, kemudian kami melanjutkan sesi selanjutnya yaitu role play yang difasilitasi oleh salah satu anggota legislatif negara dengan mengekspresikan perasaan ketika melihat hal-hal yang berkaitan dengan issue rokok. Ada sebelas foto yang terpajang dan kami diberikan sebuah amplop berisiskan beberapa emoji seperti marah, senang, sedih dan datar. Selanjutnya tempelkan emoji tersebut pada foto yang telah diamati satu persatu. Emoji tersebut sebagai bentuk ekspresi. Sudah terpasang semua emoji, kami menilai tiap fotonya dengan melihat emoji apakah yang paling banyak terpasang. emoji senang terpasang di salah satu foto yaitu foto Kawasan Tanpa Rokok, ini adalah salah satu impian kami. Singkat kata setelah usai menilai semua foto dilanjut dengan permainan “jika aku menjadi………” yup, pada permainan ini kami dituntut untuk berimajinasi yang tak terbatas apabila kami menjadi seseorang yang ada di dalam gulungan kertas undian didalam toples. Setiap peserta mengambil bergantian, lalu membuka kertas dan menyebutkan imajinasinya. Ada yang menjadi Presiden, wakil Presiden, anggota DPR, dokter, rektor, Phillip Morris, pegawai industri rokok, perokok aktif, pacar seorang perokok aktif, tukang bakso, dan lain-lain. Setelah semua selesai berimajinasi kami menyimpulkan bahwa di setiap posisi dan apapun itu kita sebenarnya mampu untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Dan kami meyakini itu.

Usai permainan secara tiba-tiba Pak Presiden datang menghampiri kami dan mengeluarkan suatu pernyataan yang teramat mengejutkan. Dikarenakan sudah masuk dalam musim penghujan, sementara persediaan pangan mulai menipis ditambah mata yang lapar, wajah yang rakus, dan tingkah yang gila mulai bertebaran disegala penjuru negara, maka Pak Presiden merumuskan akan mengeluarkan keputusannya mengenai kenaikan pajak pangan sebesar 50%. Sontak hal tersebut disambut dengan protes dari para warga, kemudian para legislatif daerah dan negara berunding untuk mencari jalan keluar. Karena dalam UUDNA mengenai pajak pangan sudah diatur dan tidak bisa diubah begitu saja tanpa adanya komunikasi dengan pihak legislatif maka hal itu dapat dinyatakan suatu kesalahan. Hal itulah yang menjadi landasan bagi para legislatif untuk membela rakyat yang tak seberapa ini. Kericuhan mulai mereda ketika Presiden menerima masukan dari para legislatif, dan akhirnya makan malam untuk hari ini tidak dipungut pajak pangan.

Selanjutnya salah satu legislatif negara mengisi kegiatan selanjutnya yaitu dengan tema kiat-kiat melakukan Advokasi lewat sebuah tayangan film yang berjudul Chillar Party sebuah karya yang luar biasa mampu menggetarkan hati dan membucahkan air mata. Film ini berkisah tentang sebuah proses advokasi sederhana yang bermula dari rasa kesetiakawanan antara anak-anak dengan seekor anjing liar. Singkat cerita anak-anak tersebut menghadapi masa genting, mereka secara tidak langsung melakukan advokasi, baik kepada publik maupun pemerintah. Dengan cara yang unik mereka mampu menyita perhatian publik. Menggalang dukungan teman-teman sekolahnya untuk parade hanya dengan menggunakan celana dalam. Wah… suatu ide yang di atas rata-rata. Dan advokasi layaknya memang seperti itu.

Advokasi tak melulu selalu berhasil dengan mulus melainkan adanya sebuah penolakan. Namun percayalah suatu penolakan merupakan salah satu syarat penting bagi penerimaan. Dan hal ini dilakukan oleh sekelompok anak-anak yang ingin mempertahankan anjing liar kesayangannya dari kebijakan yang diambil oleh seorang Menteri di India. setelah film yang diputar tersebut selesai, kami mendiskusikan tentang film tersebut. Menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan.

Tentu api semangat kami pun semakin terbakar dan berkobar untuk tetap bisa survive di Negara Api ini. Usai diskusi tentang film tersebut, waktunya para yudikatif yang mengevaluasi konsep kegiatan bersama kami. Ternyata ada hal yang kami lupakan bahwasanya konsep kegiatan ini merupakan bagian dari simulasi sebuah kenegaraan yang sebenarnya. Akhirnya setelah acara dihari kedua ini benar-benar ditutup, kami berkumpul untuk mengubah strategi agar tetap bisa bertahan di Negara Api. Rasanya hari ini agak menguras cukup banyak tenaga dan pikiran, tetapi itu semua terbantahkan dengan keceriaan dihari ini. Bagaimana dengan besok ya? Apakah akan ada kejutan yang menyapa kami lagi? Tunggu saja, who knows?

Mulyani Pratiwi SW